Ratings and Recommendations by Outbrain

Monday 9 May 2011

Halex Halim : Saya Takut Miskin

Belum terlihat tanda-tanda kelelahan dalam diri Halex Halim pada usianya yang sudah mencapai 70 tahun. Semangatnya masih membara. Bahkan, bagi dia, semangat dan kerja keras adalah modal utamanya membangun bisnis alat berat di Intraco Penta. Untuk mengetahui pengalaman dan suka dukanya dalam berbisnis, simaklah petikan wawancara berikut.
 
Bagaimana awalnya terjun ke bisnis alat berat?
Ketika masih remaja, saya pernah gagal di suatu bisnis dan terpaksa menganggur di rumah. Waktu itu teman-teman saya sudah bermain di alat-alat traktor, tetapi mereka mainnya kecil-kecilan. Suatu saat mereka menawari saya untuk joint, mereka tahu spare part, saya tahu bidang pengelolaan keuangan, administrasi, dan hubungan luar negeri. Waktu itu saya pikir boleh juga, jadi saya coba.

Dari sanalah mulainya. Dari segi timing, waktu kami mulai dagang itu pas sekali, karena tahun 70-an perekonomian Indonesia itu mulai berkembang dan sudah mulai zaman Orde Baru Soeharto. Waktu itu pintu sudah mulai terbuka dan pemerintah mempunyai solusi untuk menggenjot ekspor, termasuk salah satunya kehutanan, logging, dan ekspor.
Waktu tahun 70-an itu sudah mulai ada traktor yang masuk, jadi kami melihat ini peluang yang bagus sekali. Tidak ada agen tunggalnya disini, orang-orang asal saja menebang kayu. Persediaan suku cadang sangat terba tas, akibatnya pengusaha logging mencari spare part dengan prinsip yang penting ada, urusan harga itu nomor dua. Kami melihat ini sebagai peluang emas, maka kami terjun di bidang ini.

Apakah sudah menggunakan bendera Intraco?
Pertama kali bentuknya masih UD (usaha dagang), namanya UD Intraco. Istilah Intraco sendiri singkatan dari Indonesia Tractor. Waktu itu kami berempat, yaitu saya, kakak saya dan dua orang teman saya. Berempat kami mulai dan kami semua pendidikannya hanya SMP [sekolah menengah pertama], jadi tidak ada yang bisa baca katalog karena pakai bahasa Inggris.

Lalu kami mulai belajar membaca katalog, setiap sore kami undang staf ahli bagian spare part datang ke kantor kami untuk menjelaskan dan mengajari kami tentang suku cadang. Waktu itu benar-benar kami hanya modal berani dan nekat. Kami mulai berempat, semua kami kerjakan sendiri, modalnya juga sedikit, hanya beberapa ratus ribu waktu itu.
Akhirnya kami utang, kami dapat utang dari Singapura.

Apa dengan memulai bisnis ini, bisnis orangtua langsung ditinggalkan?
Orangtua saya kan cuma menyewakan becak. Waktu kami ambil alih dari bapak saya, bisnis sewa becak sudah saya hentikan, cuma dagang spare part-nya aja. Jadi bisnis becak itu berhenti total kira kira pada 1959.

Kapan mulai agak besar?
Kami mulai juga setengah mati.
Selama 3 tahun, istilahnya kami tidak pernah tahun baru. Jadi kalau malam tahun baru, kami tidak pernah ngumpul makan-makan, asal makan sajalah. Anak saya lahir tiga orang dalam keadaan susah. Jadi ini betul-betul anugerah dari Tuhan. Kami mulai bekerja dengan modal berani dan yakin bahwa bidang usaha ini dibutuhkan. Betul, bisnis ini mulai benar-benar meledak pada 1975, semenjak membuka cabang di Balikpapan, karena Balikpapan adalah lokasi yang paling dekat dengan kegiatan logging.

Pada 1976, kami yang tadinya berempat jadi tinggal berdua karena teman saya yang dua orang memisahkan diri. Mereka berdua keluar dan mendirikan usaha sendiri di bidang yang sama. Masalahnya karena kami punya sifat dan pandangan yang berbeda. Kalau saya, waktu mulai ada untung pun saya usulkan tidak usah dibagi, tetapi untuk memperbesar perusahaan, karena kami perlu modal.
Kalau mereka, kalau untung langsung dibagikan.

Lalu dari 1975, bagaimana mengembangkan usaha?
Balikpapan akhirnya kami jadikan sentral di Kalimantan Timur untuk menunjang Samarinda, Tarakan, Banjarmasin, dan yang lainnya yang kecil-kecil. Seterusnya hampir tiap tahun kami buka cabang karena memang demand-nya ada. Waktu itu Caterpillar sudah ada, Truckindo namanya. Komatsu juga sudah ada tetapi namanya United Tractors.
Supaya bisa bersaing dengan agen, saya kemudian rajin cari buku dan mencari tahu tentang spare part dan alat berat. Sering saya melihat kotaknya Caterpillar, tetapi isinya lain. Isinya bisa BOB. Baru saya tahu BOB itu spesialis bikin pattern. Oh rupanya BOB ini adalah supplier OEM (original equipment manufacturer). Saya akhirnya lari ke dia. Setelah saya pelajari dan saya minta ke pabriknya, dia mengirimi saya buku dan akhirnya saya pilih di sana.

Jadi waktu saya jual, saya punya modal 50% di bawah mereka. Saya jual 70 perak saja, saya sudah untung 70%. Namun, saya kasih tahu customer ini barang OEM. Saya suruh mereka lihat produk Caterpillar. Saya bilang Caterpillar juga memakai ini.
Lalu mereka lihat benar dan percaya. Mereka bilang berarti ini sama juga asli, apalagi harganya lebih murah 30% dari asli, bedanya cuma packing.
Nah dari situ saya rajin cari replacement dari supplier OEM. Kami bisa dapat 80% dari kebutuhan traktor itu di luar merek Caterpillar. Memang yang paling terkenal waktu itu di jakarta adalah Intraco sebagai pemain replacement part. Kami main Caterpillar, Komatsu, semua ada replacement-nya sampai hari ini.

Kapan Anda merasa bisnis ini paling booming?
Saya untung paling banyak itu antara 1982-1990, untuk keperluan logging. Waktu itu banyak supply ke hutan kayu dan perminyakan. Pada 1990 mulai mereda karena mulai ada aturan untuk logging.
Namun, barang kami ini tidak hanya untuk kayu saja. Waktu logging boom kami konsentrasi di situ, waktu slow down kami juga tetap pupuk hubungan tetapi lebih konsentrasi di bidang lain. Jadi silih berganti satu sama lain. Waktu booming itu saya sudah ada tujuh cabang, yakni di Balikpapan, Samarinda, Tarakan, Banjarmasin, Pontianak, Palembang, dan Surabaya.

Bagaimana ceritanya bisa akuisisi agen Volvo?
Pada 1985 itu namanya NV PD Pamitran, saat itu pemiliknya baru meninggal dunia. Yang mewarisi tinggal ibunya dan dia tidak mampu. Dia lihat ini sudah sulit untuk maju dan dia putuskan untuk jual, maka saya beli perusahaannya, termasuk beberapa saham teunan dan spare part-nya.

Bagaimana awalnya Anda memiliki ide untuk membawa Intraco Penta menjadi perusahaan public?
Saya kursus di LPPM sekitar 1980 dan pada 1987 saya join kursus di Singapura, itu University of Singapore karena ada bahasa Mandarin, saya ambil short course selama 2 minggu. Di sana saya banyak dapat pengetahuanpengetahuan dalam hal mengelola hubungan manusia. Kenapa orang Tiong Hoa itu kekayaannya hanya bisa sampai generasi ketiga? Itu juga saya pelajari. Saya takut bisnis keluarga ini tidak bisa berlangsung lama, karena itu saya ambil keputusan kami go public.

Pertama-tama, memang waktu itu saya sudah pakai tenaga profesional dan disarankan go public, supaya kami bisa risk money dan kembangkan usaha ini. Namun di dalam hati saya, yang paling penting itu adalah supaya anak-anak dan keluarga kami, yang waktu itu ada kakak saya dan dua orang adik saya, itu bisa kompak dan terikat oleh public company.
Selain itu, kalau sudah public company, otomatis akan ada aturan main kalau ada anak-anak kami yang mau duduk di perusahaan. Artinya, tidak bisa seenaknya lagi. Ini ada HRD, jadi harus tes dulu dan mulai dari bawah, jadi tidak ribut. Pertimbangan utama saya adalah saya tidak mau perusahaan yang sudah susah payah kami dirikan ini tidak bisa dinikmati lagi oleh generasi ketiga.

Go public sudah paling bagus, kalau kami sudah go public, perusahaan kami akan berkembang dan butuh tenaga banyak. Jadi nanti keponakan kami berapa banyak pun bisa tertampung. Itu yang ada di pikiran saya.

Ketika go public, sudah ada unit bisnis apa saja?
Masih divisi alat berat saja. Pada 1995 Petrus baru bergabung dengan kami, setelah pulang dari Amerika Serikat dan bekerja di bank selama 2 tahun. Waktu itu dia mulai memikirkan cara bagaimana kembangkan perusahaan.
Dia punya konsep no limit to carrying, tanpa batas untuk melayani customer. Lalu terpikirlah konsep total solution. Dari perbaikan, penyewaan, pembiayaan, kontraktor, dan engineering. Mulai ide dari 1995, tetapi realisasinya bertahap, sesuai dengan kemampuan. Yang lebih matang sekitar 2000, setelah krisis lebih kami perhatikan lagi.
Yang pertama dibentuk CCI untuk pabrikasi, karena kami agen mitra. Baru terus meningkat ke penyewaan, terus kontraktor, sekarang ada pikiran ke tambang juga, tambang baru bara di Kalimantan.

Kapan masa-masa paling sulit saat menjalankan bisnis ini?
Tahun 1997. Sebenarnya bisnis kami tidak susah, karena kami tidak berlebih-lebihan. Kami apa adanya di bidang sendiri. Cuma namanya bisnis, kami perlu modal kerja untuk beroperasi. Saat 1997-1998 itu kan sudah diblokir semua. LC tidak bisa buka, kredit baru tidak cair, kami tidak bisa ekspansi.
Nah, situasi ini tetapi membuat kami untung juga. Orang yang punya alat itu, karena dia tidak ada modal lagi untuk beli alat berat, maka yang lama dia harus perbaiki. Saya punya pegawai cuma 120 atau 130, langsung menjadi 700 dalam setahun. Karena itu dibutuhkan sekali pada saat itu, banyak orang minta perbaiki alatnya.

Apa filosofi utama Anda dalam menjalankan bisnis?
Ada lima prinsip. Harus rajin, tahan banting, yakin dan tekun, harus mengabdi dan membalas budi pada orangtua dan mawas diri. Ini nilai yang diambil dari ajaran Confusius.

Siapa yang paling berpengaruh dalam menumbuhkan semangat Anda dalam berbisnis?
Saya kira situasi, karena saya takut miskin. Karena dulu saya susah, dari kecil sudah susah, jangan sampai susah lagi.

Bagaimana Anda mempersiapkan anak-anak Anda untuk terjun ke dunia bisnis?
Dari awal mereka saya persiapkan dengan baik dan belajar di luar negeri. Setelah itu mereka bantu saya. Ketty, anak saya tertua, sudah membantu saya terlebih dahulu pada awal 90-an di Intraco, setelah beberapa waktu sebelumnya bekerja di bank swasta. Lalu, Petrus yang selesai kuliah 1993, setelah 2 tahun bekerja di satu bank asing, saya tarik untuk bergabung di Intraco. Sekarang, dia direktur utama.

Apa Anda masih sering mengontrol pekerjaan Pak Petrus dan manajemen lainnya?
Ya kontrol, kan ada sistemnya, artinya melalui rapat setiap bulan itu, rapat komisaris. Namun, saya sudah yakin dengan anak-anak, sudah pintar, bisa diandalkan.

Ada impian lain yang menurut Anda belum terwujud?
Saya rasa cukuplah. Impian saya sekarang itu, sudah seumur ini, sewajarnya saya harus mengabdi kepada masyarakat. Karena itu saya ada beberapa perhimpunan, seperti saya sebagai ketua di yayasan, ada beberapa nonprofit, cuma kerja sosial. Juga ini ada citacita mau bangun sekolah di Jakarta untuk tingkat SD dan SMP.
Karena masih kurang sekolah yang tarafnya lumayan. Ini sekarang lagi cari tanah. Jadi sudah seumur ini, saya biarkan anak saya yang kerja, saya lebih ke pengabdian kepada masyarakat. Apa saja lah.

Apa pesan untuk anak-anak muda yang ingin menjadi enterpreneur?
Saya kira kalau mau sukses, kunci utama itu harus tekun dan yakin. Tekun terus, bahkan ketika di tengah ada guncangan, harus tetap tekun dan rencana jalan terus. Yang namanya bisnis, itu tidak tiap saat kami ada di downstream, tetapi ada saatnya juga di atas. Jadi harus tekun dan sabar.

by : Bunga Dewi Kusuma & Abraham Runga Mali
www.bisnis.com

0 komentar:

Post a Comment